Selasa, 09 November 2010

MORFOLOGI ARSITEKTUR KOTA

REVIEW “GARDEN CITY, KOTA PUTIH - INDUSTRIAL CITIES”

Garden City merupakan gerakan yang muncul di Inggris pada abad ke-19 sebagai reaksi terhadap kepadatan dan pencemaran lingkungan yang terjadi akibat dari Revolusi industri. Pada tahun 1898 konsep garden city ini di kemukakan oleh Ebenezer Howard , dengan idenya mengenai pembentukan konsep kota baru. Untuk konsep garden city yang pertama dicetuskan adalah Letchworth, di Hertfordshire, United Kingdom. Selain di Letchworth, konsep garden city tersebut pun di terapkan di Chaux dan Welwyn (1921).

Garden city memiliki konsep gabungan antara desa dan kota yang memilki bentuk fisik bulat sebagai pusat kota dan di kelilingi oleh perumahan/permukiman dan taman serta memilki ruang terbuka hijau yang alami. Perumahan di susun secara informal di jalan-jalan yang lebar dan melengkung. Untuk kegiatan industri terletak di pinggiran batas kota dan berada dekat dengan pasar serta jalur transportasi kereta api listrik. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi adanya pencemaran lingkungan dan membuat udara menjadi bersih.

Gerakan ini pun menyebar sampai ke Amerika Serikat sehingga mulai merencanakan perancangan konsep garden city seperti Radburn, New Jersey, dan Jackson Heights dari Queens, New York. Para perancang menjadikan garden city sebagai panduan dasar dalam perencanaan konsep kota baru. Sebagai salah contoh dari garden city yaitu adalah bangunan The Mall di Washington, DC dengan melibatkan Daniel Burnham, Frederick Law Omset, Jr, Charles F. MCKim dan bersama-sama menyaksikan pemahatan patung Augustus St Gaudens.

A. Fungsi dan Karakteristik Ruang Kota dari White City

Konsep White City di Amerika merupakan bagian dari konsep dasar garden city. The White City ini pertama kali dikemukakan oleh Daniel Burnham, dengan menggunakan model konsep gabungan dari Beaux-Arts yaitu suatu bentuk rancangan yang menghasilkan urutan, simetri, hirarki, dan pemandangan indah dan bersifat monumen. Semua bangunan di hiasi dengan cara yang sama, yang memilki ketentuan dengan ketinggian bangunan yang seragam/seirama dan bangunan tersebut di dominasi berwarna putih. Konsep pembangunannya membuka ke jalur utama mahkamah dengan mengandung komposisi yang seimbang antara bangunan, perairan dan ruang terbuka hijau.

Pada “White City” ini di sajikan sebuah utopia yang monumental dan bermartabat serta memiliki konsep model secara sosial yang sudut pandangnya menggambarkan keadaan yang ekstrim. Whiite City ini di bangun dengan tujuan agar dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat sehingga dapat terwujudnya kehidupan yang tentram, nyaman, harmonis dan bermartabat. Selain itu pada unsur-unsur bangunan klasik dan monumental yang bersifat visual dapat berfungsi sebagai tempat beraktivitas dan bersosialisasi bagi masyarakat dengan memperhatikan nilai seni yang tinggi sebagai konsep keindahan kota tersebut.

B. Fakor Penentu Keberadaan “White City”

Palm Haven’s Residence merupakan kota putih yang menjadikan gaden city sebagai konsep dasar pembangunannya. Kota ini dibangun di San Jose, Ca, dan merupakan misi awal dar para perancang kota. Akan tetapi keberadaannya tidak dapat bertahan lama, karena pada tahun 1913 pecahnya Perang Dunia I yang mengakibatkan penjualan real estat pemukiman di seluruh negeri berhenti. Sampai pada tahun 1920-an pun hal tersebut belum pulih kembali, karena adanya krisis ekonomi.

Namun setelah peristiwa itu berakhir, maka rancangan kota putih dibangun kembali dengan nama “Park Residence” yang tempatnya berada dipinggiran kota Amerika. Park Residence ini memiliki konsep yang sama dengan kota putih yang sebelumnya yaitu pembangunannya juga dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat, keindahan visual dan tertata secara alami, hanya saja agak sedikit bersifat modern meskipun masih memiliki unsur klasik dan monumental, maka dari itu keberadaannya pun masih dapat terpelihara dengan baik. Park Residence adalah kota impian Amerika yang disusun menjadi konsep yang akan bertahan agar dapat mempengaruhi taraf hidup sampai pada pergantian abad ke-20 dan juga dapat berfungsi untuk mempengaruhi perancangan kota pada abad berikutnya.

Senin, 08 November 2010

"TEORI LOKASI INDUSTRI WEBER"

Teori lokasi merupakan ilmu tentang struktur tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi dan juga sebagai ilmu yang mempelajari tentang lokasi secara geografis dari sumber daya yang langka, serta pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain (activity). Teori lokasi ini dikembangkan untuk memperhitungkan pola lokasi kegiatan-kegiatan ekonomi termasuk di dalamnya kegiatan industri dengan cara yang konsisten dan logis. Salah satu tokoh dari teori lokasi ini adalah Alfred Weber (1929), seorang ekonom Jerman. Dalam bukunya yang berjudul Uber den Standort der Industrien (About the location of industries) atau mengenai Lokasi Industri.

Teori Weber ini berisikan tentang least cost location, suatu kajian lokasi yang optimal, yaitu lokasi yang terbaik secara ekonomis. Weber memandang hal ini sebagai hal yang primer, sebab berada pada titik yang biaya transpor bahan mentah yang dibutuhkan dan barang jadi yang disuplai oleh pabrik ke pasaran adalah sangat minimal. Intinya adalah lokasi industri-industri dipilihkan di tempat-tempat yang biayanya paling minimal. Weber merumuskan indeks material (IM), sedangkan biaya tenaga kerja sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi lokasi industri dijelaskan Weber dengan menggunakan sebuah kurva tertutup (closed curve) berupa lingkaran yang dinamakan isodapan (isodapane).

Menurut Weber, penetapan lokasi yang optimal adalah menetapkan lokasi industri dengan meminimalkan biaya transportasi. Biaya pengangkutan merupakan penjumlahan ongkos pengangkutan bahan baku ke lokasi dan ongkos pemasaran barang dari lokasi produksi menuju pasar. Namun ongkos angkut barang pun harus proposional dengan jarak tempuh dan berat barang yang diangkut. Jadi menurut Weber lokasi yang terbaik adalah tempat yang biayanya paling minimal. Teori ini dilatar belakangi dengan menemukan lokasi optimal bagi setiap pabrik atau industri, di mana terbaik secara ekonomis maupun mampu memberikan keuntungan yang maksimal. Namun Weber lebih cenderung pada sudut pandang terbaik secara ekonomis (least cost location).

Weber juga mengajukan model segitiga lokasional (locational triangle). Untuk mempertimbangkan lokasi industri yang seperti itu dapat diasumsikan enam prakodisi sebagai berikut:

* Wilayahnya seragam (topografi), iklim, dan penduduknya (penduduk yang dimaksud adalah bertalian dengan keterampilan dan penguasanya/ pemerintahnya).

* Sumber daya/ bahan mentah yang digunakan. Misalnya jika hanya mengangkut air dan pasir tentu dapat dilakukan di mana saja karena kedua sumber daya itu banya terdapat dimana-mana, tetapi tambang seperti batu bara dan besi tentu terbatas di beberapa tempat saja.

* Upah buruh, ada upah yang baku artinya sama di mana-mana, tetapi ada pula upah yang merupakan produk dari persaingan antar penduduk.

* Biaya transportasi yang tergantung bobot bahan mentah yang diangkut serta jaraknya antara terdapat sumber daya dengan lokasi industri.

* Terdapatnya kompetisi antara industri.

* Pikiran yang rasional.

Teori Lokasi Weber ini bisa menjelaskan dengan sangat baik mengenai indutri berat mulai revolusi industri sampai dengan pertengahan abad dua puluh. Bahwa kegiatan yang lebih banyak menggunakan bahan baku cenderung untuk mencari lokasi dekat dengan lokasi bahan baku, seperti pabrik alumunium lokasinya harus dekat lokasi tambang dan dekat dengan sumber energi (listrik). Kegiatan yang menggunakan bahan baku yang ada di mana-mana, seperti air, cenderung dekat dengan lokasi pasar. Untuk menilai masalah ini, Weber mengembangkan material index yang diperoleh dari berat input dibagi berat dari produk akhir (output). Jika material indexnya lebih dari 1 maka lokasi cenderung kearah dekat dengan bahan baku, jika kurang dari 1 maka penentuan lokasi industri cenderung mendekati pasar.

Industri primer adalah Industri yang menghasilkan barang-barang tanpa pengolahan lebih lanjut sehingga bentuk dari bahan baku/mentah masih tampak. Contohnya : industri pengasinan ikan, penggilingan padi, anyaman. Jadi industri primer ini aktivitasnya lebih banyak menggunakan bahan baku, sehingga menurut teori webber lokasi industrinya yang tepat adalah dekat dengan bahan baku. Dan jika dihitung berdasarkan teori material indexnya weber misal : industri pengasinan ikan, berat input (ikan segar) lebih berat dari berat ikan asin jadi material indexnya lebih dari 1, maka menurut webber untuk menghemat biaya transportasi dan untuk mendapatkan keuntungan maksimal maka lokasi industrinya yang tepat adalah yang dekat dengan bahan baku.

"ANALISIS LOKASI INDUSTRI"

Pada umumnya pengusaha yang bertaraf internasional akan memilih lokasi yang dapat menjangkau pasar seluas mungkin. Maka dari itu, untuk penetapan lokasi industri yang secara komprehensif, diperlukan berbagai ilmu pengetahuan dan disiplin. Pemilihan lokasi industri memiliki arti yang sangat penting sebab akan mempengaruhi perkembangan dan kontinuitas proses dan kegiatan industri. Dalam hal ini faktor yang mempengaruhi dan perlu diperhitungkan dalam menentukan pilihan lokasi industri antara lain ketersediaan bahan baku, upah buruh, jaminan keamanan, fasilitas penunjang, daya serap pasar lokal, dan aksebilitas dari tempat produksi ke wilayah pasar yang di tuju (terutama aksebilitas pemasaran ke luar negeri). Pada dasarnya lokasi industri yang paling ideal terletak pada suatu tempat yang dapat memberikan total biaya produksi yang rendah dan keuntungan yang maksimal. Maksudnya, lokasi tersebut memiliki unit cost dari proses produksi dan distribusi yang rendah, sedangkan untuk harga dan volume penjualan produk akan ampu untuk menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi suatu perusahaan.

Masalah lokasi timbul karena unsur-unsur yang mempengaruhi faktor lokasi tersebut tidak selalu terdapat pada daerah yang sama dan sering terpencar. Oleh karena itu, berdasarkan orientasi faktor-faktor lokasi yang mempengaruhinya maka ada kecenderungan lokasi industri berada dekat dengan bahan mentah atau berada dekat sumber tenaga atau berada sumber tenaga kerja atau dekat dengan pasar. Pada umumnya industri demikian akan memilih daerah pasar sebagai lokasinya. Hal dalam penentuan lokasi indstri ini sebenarnya sudah di ungkapkan oleh beberapa pakar teori, di antaranya adalah :

* Von Thunen (1826), mengemukakan mengenai hubungan sewa lahan dengan jarak kepasar dengan menggunakan Kurva dengan permintaan. Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual dengan biaya produksi, masing-masing jenis memiliki kemampuan produksi yang berbeda untuk membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin Kemungkinan besar kegiatan itu berlokasi dekat kepusat pasar.

* Weber (1909), berpendapat bahwa Penentuan lokasi industri harus dipilih ditempat-tempat yang resiko biaya atau ongkosnya paling minimal. Prinsipnya yaitu apabila indeks bahan (IM) lebih besar dari pada satu, maka ditempatkan lokasi industri cenderung mendekati bahan mentah (bahan baku). Dan apabila IM lebih kecil daripada satu, maka lokasi industri cenderung Mendekati ditempatkan dengan pasar.

* Teori Christaller (1933) menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah. Model Christaller menjelaskan model area perdagangan heksagonal dengan menggunakan jangkauan atau luas pasar dari setiap komoditi yang dinamakan range dan threshold.

* August Losch, yang melihat persoalan dari sisi permintaan (pasar). Losch mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen. Makin jauh dari tempat penjual, konsumen makin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin mahal. Losch cenderung menyarankan agar lokasi produksi berada di pasar atau di dekat pasar.

* D.M. Smith, memperkenalkan teori lokasi memaksimumkan laba dengan menjelaskan konsep average cost (biaya rata-rata) dan average revenue (penerimaan rata-rata) yang terkait dengan lokasi. Dengan asumsi jumlah produksi adalah sama maka dapat dibuat kurva biaya rata-rata (per unit produksi) yang bervariasi dengan lokasi. Selisih antara average revenue dikurangi average cost adalah tertinggi maka itulah lokasi yang memberikan keuntungan maksimal.

* McGrone (1969) berpendapat bahwa teori lokasi dengan tujuan memaksimumkan keuntungan sulit ditangani dalam keadaan ketidakpastian yang tinggi dan dalam analisis dinamik.

* Menurut Isard (1956), masalah lokasi merupakan penyeimbangan antara biaya dengan pendapatan yang dihadapkan pada suatu situasi ketidakpastian yang berbeda-beda. Isard (1956) menekankan pada faktor-faktor jarak, aksesibilitas, dan keuntungan aglomerasi sebagai hal yang utama dalam pengambilan keputusan lokasi.

* Model gravitasi adalah model yang paling banyak digunakan untuk melihat besarnya daya tarik dari suatu potensi yang berada pada suatu lokasi. Model ini sering digunakan untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut.

Dalam menganalisis suatu lokasi industri dapat mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal yang sekecil-kecilnya, dapat menggunakan dua macam pendekatan penting yang dapat digunakan untuk membahas lokasi industri. Pertama, Pendekatan yang mengkaji penyebab daerah industri suatu berada di lokasi tertentu. Artinya, lokasi industri sekala dapat ditinjau menurut skala internasional dan lokal. Kedua, Perspektif menjelaskan penyebab industri perusahaan industri atau individu tertarik pada lokasi-lokasi tertentu. Pendekatan itu melibatkan studi tentang kebutuhan dari industri tertentu yang berbeda dan penyebab terjadinya perbedaan. Kedua Pendekatan tersebut dapat digunakan untuk mengetahui bahwa penempatan pada lokasi industri suatu tertentu mempunyai arti penting perkembangan industri itu sendiri.

Selain itu dengan melakukan pengelompokan (aglomerasi industri) pun sangat terkait dengan transportasi. Ha ini dikarenakan faktor kemudahan dan kelancaran, industri juga akan berusaha memperhitungkan biaya transportasi minimum agar dapat menekan biaya produksi yang harus dikeluarkan. Minimalnya biaya transportasi diperhitungkan dari lokasi bahan mentah, sumber energi ataupun pasar. Aglomerasi industri adalah pemusatan industri di suatu kawasan Tertentu dengan tujuan agar pengelolanya dapat optimal. Aglomerasi industri terbentuk karena adanya hubungan antar industri Fungsional. Secara umum hubungan antar industri ada tiga macam, yaitu hubungan produksi, hubungan pelayanan, dan hubungan pemasaran.

Beberapa Metode Dalam Analisis Pemilihan dan Penetapan Alternatif Lokasi Industri.

a) Metode ranking prosedur, merupakan metode yang bersifat kualitatif atau subjektif dan baik diaplikasikan pada masalah-masalah yang sulit untuk dikuantifikasikan. Langkah-langkah yang harus dianalisis dalam prosedur ini yaitu :

- Mengidentifikasi faktor-faktor yang relevan dan signifikan yang berkaitan dengan proses pemilihan lokasi industri, seperti halnya dengan faktor supply bahan baku, lokasi pemasaran dan sebagainya.

- Pemberian penilaian terhadap faktor-faktor yang telah di identifikasi tersebut untuk masing-masing alternatif lokasi yang akan di evaluasi.

- Menghitung total nilai untuk masing-masing alternatif, sehingga dapat diambilnya suatu keputusan dari alternatif tersebut.

b) Metode analisa pusat gravitasi, yaitu dengan memperhitungkan jarak masing-masing sumber material atau wilayah pemasaran dengan lokasi industri yang akan ditentukan. Asumsinya bahwa biaya produksi dan distribusi untuk lokasi akan sama. Maka dari itu, lokasi yang optimal dari fasilitas produksi akan dipengaruhi oleh lokasi dengan sumber-sumber materialnya yang dibutuhkan untuk masukan (input) dari aktivitas produksi. Selain itu uga di tentukan oleh wilayah pemasaran sebagai tempat output suatu produk yang harus didistribusikan.

c) Meode analisa transportasi program linear, digunakan untuk menentukan pola distribusi yang terbaik dari lokasi industri ke wilayah pemasarannya. Keputusan yang di ambil adalah dengan menentukan lokasi yang dapat memberikan total cost yang terkecil. Metode ini bertujuan untuk meminimumkan total cost untuk alokasi/distribusi dalam penyuplaian produk pada setiap lokasi yang di tuju.

"ZONA LAHAN DAN STRUKTUR RUANG KOTA"

Lahan merupakan sumber daya pembangunan yang memiliki karakteristik unik, seperti luas yang relatif karena perubahan luas akbibat proses alami dan proses artifisial sangat kecil; memiliki sifat fisik (jenis batuan, kandungan mineral, dan sebagainya) dengan kesesuaian dalam menampung kegiatan masyarakat yang cenderung spesifik. Oleh karena itu lahan perlu diarahkan untuk dimanfaatkan dalam kegiatan yang paling sesuai dengan sifat fisiknya serta di kelola agar mampu menampung kegiatan masyarakat yang terus berkembang.

Dalam mengefisiensikan alokasi pemanfaatan lahan, diperlukan rencana untuk kebutuhan seluruh sektor kegiatan masyarakat, baik kebutuhan saat ini maupun kegiatan di masa mendatang. Rencana tata ruang merupakan bentuk rencana yang telah mempertimbangkan kepentingan berbagai sektor kegiatan masyarakat dalam mengalokasikan lahan/ruang beserta sumber daya yang terkandung di dalamnya (bersifat komprehensif).

A. RENCANA TATA RUANG SEBAGAI DASAR PEMANFAATAN ZONA LAHAN

Sesuai dari maknan dari rencana tata ruang merupakan dasar bagi pemanfaatan ruang/lahan. Rencana tata ruang adalah produk rencana yang berisi rencana pengembangan struktur ruang dan rencana pola pemanfaatan ruang yang hendak dicapai pada akhir tahun perencanaan. Struktur ruang dibentuk oleh sistem pusat kegiatan dan sistem jaringan prasarana yang mencakup sistem jaringan transportasi (darat, laut, udara), sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, dan sistem jaringan sumber daya air. Sedangkan pola pemanfaatan ruang adalah gambaran alokasi ruang untuk berbagai jenis pemanfaatan lahan yang direncanakan.

Rencana tata ruang yang berkualitas merupakan prasyarat dalam penyelenggaraan penataan ruang. Namun demikian rencana tata ruang tersebut harus dibarengi dengan pengendalian pemanfaatan ruang yang tegas dan konsisten untuk menjamin agar pemanfaatan ruang/lahan dapat tetap sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang.

B. STRUKTUR RUANG KOTA

Struktur ruang merupakan suatu susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem prasarana maupun sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial-ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional. Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan ataupun tidak. Struktur ruang kota memiliki elemen-elemen pembentuk seperti :

Ø Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan, pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok dalam pusat pelayanan.

Ø Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat.

Ø Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang terbuka hijau.

Ø Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat di atas.

Menurut Sinulingga di dalam bukunya, bentuk struktur ruang kota apabila ditinjau dari pusat pelayanan (retail) terbagi menjadi tiga, yaitu Monocentric city, merupakan kota yang belum berkembang pesat, jumlah penduduknya belum banyak, dan hanya mempunyai satu pusat pelayanan yang sekaligus berfungsi sebagai CBD (Central Bussines District); Polycentric city, adanya perkembangan kota yang mengakibatkan pelayanan oleh satu pusat pelayanan tidak efisien lagi; dan Kota metropolitan, merupakan kota besar yang dikelilingi oleh kota-kota satelit yang terpisah cukup jauh dengan urban fringe dari kota tersebut, tetapi semuanya membentuk satu kesatuan sistem dalam pelayanan penduduk wilayah metropolitan.

C. TEORI STRUKTUR RUANG KOTA

Kota adalah salah satu ungkapan kehidupan manusia yang mungkin paling kompleks. Kebanyakan para ilmuwan bependapat bahwa, dari segi budaya dan antropologi mengenai ungkapan kota sebagai ekspresi kehidupan orang sebagai pelaku dan pembuatnya adalah paling penting dan sangat perlu untuk diperhatikan. Hal tersebut disebabkan karena permukiman perkotaan tidak memiliki makna yang berasal dari dirinya sendiri, melainkan dari kehidupan di dalamnya.

Pada kota-kota besa, struktur tersebut lebih kompleks karena jenis aktivitas penduduknya juga lebih beragam. Beberapa ahli perkotaan seperti ernest w. Burgess, homer hoyt, serta c.d. harris dan e.l. ullman membuat struktur kota secara ideal. Namun pada kenyataannya banyak kota yang memiliki struktur yang lebih rumit, bahkan tidak memiliki struktur yang jelas.

* Teori konsentris dari Ernest W. Burgess, menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota.

* Teori Sektor (Homer Hoyt,1939), menyatakan bahwa perkembangan di daerah perkotaan tidak mengikuti zona-zona yang teratur secara konsentris, melainkan berupa sektor-sektor. Menurutnya, daerah-daerah industri berkembang sepanjang lembah sungai dan jalur lintasan kereta api yang menghubungkan kota tersebut dengan kota lainnnya. Hoyt beranggapan bahwa daerah-daerah yang memiliki sewa tanah atau harga tanah yang tinggi akan terletak di tepi luar dari kota. Selain itu, dia juga beranggapan bahwa daerah-daerah yang memiliki sewa dan harga tanah yang rendah merupakan jalur yang mirip dengan potongan kue tart, sehingga bentuk struktur ruang kota tidak konsentris.

* Teori inti berganda ( Harris dan Ullman, 1945), menyatakan bahwa pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah satu “growing points” adalah daerah pusat kota dan central bussines district. Zona ini menampung sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti “retailing” distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain (Yunus, 2000:49).

Teori lainnya yang mendasari struktur ruang kota adalah Teori Ketinggian Bangunan; Teori Konsektoral; dan Teori Historis. Dikaitkan dengan perkembangan daerah pusat kota dan central bussines district, inti daripada teori-teori tersebut menyatakan bahwa daerah pusat kota atau central bussines district merupakan pusat segala aktivitas kota dan lokasi yang strategis untuk kegiatan perdagangan skala kota.