Senin, 08 November 2010

"TEORI LOKASI INDUSTRI WEBER"

Teori lokasi merupakan ilmu tentang struktur tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi dan juga sebagai ilmu yang mempelajari tentang lokasi secara geografis dari sumber daya yang langka, serta pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain (activity). Teori lokasi ini dikembangkan untuk memperhitungkan pola lokasi kegiatan-kegiatan ekonomi termasuk di dalamnya kegiatan industri dengan cara yang konsisten dan logis. Salah satu tokoh dari teori lokasi ini adalah Alfred Weber (1929), seorang ekonom Jerman. Dalam bukunya yang berjudul Uber den Standort der Industrien (About the location of industries) atau mengenai Lokasi Industri.

Teori Weber ini berisikan tentang least cost location, suatu kajian lokasi yang optimal, yaitu lokasi yang terbaik secara ekonomis. Weber memandang hal ini sebagai hal yang primer, sebab berada pada titik yang biaya transpor bahan mentah yang dibutuhkan dan barang jadi yang disuplai oleh pabrik ke pasaran adalah sangat minimal. Intinya adalah lokasi industri-industri dipilihkan di tempat-tempat yang biayanya paling minimal. Weber merumuskan indeks material (IM), sedangkan biaya tenaga kerja sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi lokasi industri dijelaskan Weber dengan menggunakan sebuah kurva tertutup (closed curve) berupa lingkaran yang dinamakan isodapan (isodapane).

Menurut Weber, penetapan lokasi yang optimal adalah menetapkan lokasi industri dengan meminimalkan biaya transportasi. Biaya pengangkutan merupakan penjumlahan ongkos pengangkutan bahan baku ke lokasi dan ongkos pemasaran barang dari lokasi produksi menuju pasar. Namun ongkos angkut barang pun harus proposional dengan jarak tempuh dan berat barang yang diangkut. Jadi menurut Weber lokasi yang terbaik adalah tempat yang biayanya paling minimal. Teori ini dilatar belakangi dengan menemukan lokasi optimal bagi setiap pabrik atau industri, di mana terbaik secara ekonomis maupun mampu memberikan keuntungan yang maksimal. Namun Weber lebih cenderung pada sudut pandang terbaik secara ekonomis (least cost location).

Weber juga mengajukan model segitiga lokasional (locational triangle). Untuk mempertimbangkan lokasi industri yang seperti itu dapat diasumsikan enam prakodisi sebagai berikut:

* Wilayahnya seragam (topografi), iklim, dan penduduknya (penduduk yang dimaksud adalah bertalian dengan keterampilan dan penguasanya/ pemerintahnya).

* Sumber daya/ bahan mentah yang digunakan. Misalnya jika hanya mengangkut air dan pasir tentu dapat dilakukan di mana saja karena kedua sumber daya itu banya terdapat dimana-mana, tetapi tambang seperti batu bara dan besi tentu terbatas di beberapa tempat saja.

* Upah buruh, ada upah yang baku artinya sama di mana-mana, tetapi ada pula upah yang merupakan produk dari persaingan antar penduduk.

* Biaya transportasi yang tergantung bobot bahan mentah yang diangkut serta jaraknya antara terdapat sumber daya dengan lokasi industri.

* Terdapatnya kompetisi antara industri.

* Pikiran yang rasional.

Teori Lokasi Weber ini bisa menjelaskan dengan sangat baik mengenai indutri berat mulai revolusi industri sampai dengan pertengahan abad dua puluh. Bahwa kegiatan yang lebih banyak menggunakan bahan baku cenderung untuk mencari lokasi dekat dengan lokasi bahan baku, seperti pabrik alumunium lokasinya harus dekat lokasi tambang dan dekat dengan sumber energi (listrik). Kegiatan yang menggunakan bahan baku yang ada di mana-mana, seperti air, cenderung dekat dengan lokasi pasar. Untuk menilai masalah ini, Weber mengembangkan material index yang diperoleh dari berat input dibagi berat dari produk akhir (output). Jika material indexnya lebih dari 1 maka lokasi cenderung kearah dekat dengan bahan baku, jika kurang dari 1 maka penentuan lokasi industri cenderung mendekati pasar.

Industri primer adalah Industri yang menghasilkan barang-barang tanpa pengolahan lebih lanjut sehingga bentuk dari bahan baku/mentah masih tampak. Contohnya : industri pengasinan ikan, penggilingan padi, anyaman. Jadi industri primer ini aktivitasnya lebih banyak menggunakan bahan baku, sehingga menurut teori webber lokasi industrinya yang tepat adalah dekat dengan bahan baku. Dan jika dihitung berdasarkan teori material indexnya weber misal : industri pengasinan ikan, berat input (ikan segar) lebih berat dari berat ikan asin jadi material indexnya lebih dari 1, maka menurut webber untuk menghemat biaya transportasi dan untuk mendapatkan keuntungan maksimal maka lokasi industrinya yang tepat adalah yang dekat dengan bahan baku.

Tidak ada komentar: